ETHICAL
GOVERNANCE
ETIKA
Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. St. John of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical philosophy).
Etika dimulai bila manusia
merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan
akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita
tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika,
yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 - mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1.
Ilmu tentang apa yang baik
dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
2.
Kumpulan asas atau
nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3.
Nilai mengenai benar
dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
GOVERNANCE
Konsep Dasar Good Governance
Konsep Dasar Good Governance
Konsep Good Governance sebenarnya
telah lama dilaksanakan oleh semua pihak yaitu Pemerintah, Swasta dan
Masyarakat, namun demikian masih banyak yang rancu memahami konsep Governance.
Secara sederhana, banyak pihak menerjemahkan governance sebagai Tata
Pemerintahan. Tata pemerintahan disini bukan hanya dalam pengertian struktur
dan manajemen lembaga yang disebut eksekutif, karena pemerintah (government)
hanyalah salah satu dari tiga aktor besar yang membentuk lembaga yang disebut governance.
Dua aktor lain adalah private sektor (sektor swasta) dan civil
society (masyarakat madani). Karenanya memahami governance adalah
memahami bagaimana integrasi peran antara pemerintah (birokrasi), sektor swasta
dan civil society dalam suatu aturan main yang disepakati bersama. Lembaga
pemerintah harus mampu menciptakan lingkungan ekonomi, politik, sosial budaya, hukum
dan keamanan yang kondusif. Sektor swasta berperan aktif dalam menumbuhkan kegiatan
perekonomian yang akan memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan, sedangkan
civil society harus mampu berinteraksi secara aktif dengan berbagai
macam aktifitas perekonomian, sosial dan politik termasuk bagaimana melakukan
kontrol terhadap jalannya aktifitas-aktifitas tersebut.
United National Development Program
(UNDP,1997) mendefinisikan governance sebagai “penggunaan wewenang
ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada
semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan
lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan
kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, mematuhi kewajiban dan menjembatani
perbedaan-perbedaan diantara mereka”.
Menurut
FCGI(Forum for Corporate
Governance in Indonesia) good governance didefinisikan sebagai
seperangkat peraturan yang
menetapkan hubungan antara pemegang
saham, pengurus, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan serta para pemegang
kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hakhak dan kewajiban
mereka, atau dengan
kata lain sistem
yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.
Prinsip Good Governance
Setiap
perusahaan atau entitas
usaha harus memastikan
bahwa prinsipgood governance
diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran. Komite Nasional
Kebijakan Governance (KNKG) memaparkan prinsip-prinsip good governance
yaitu
1. Transparansi
menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
2. Akuntabilitas
Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan. Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai kompetensi sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan Good Governance.
Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan. Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai kompetensi sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan Good Governance.
3. Responsibilitas
Prinsip Responsibilitydiartikan sebagai tanggung jawab perusahaan untuk memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial.
Prinsip Responsibilitydiartikan sebagai tanggung jawab perusahaan untuk memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial.
4. Independensi
Untuk melancarkan pelaksanaan asas good governance, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain
Untuk melancarkan pelaksanaan asas good governance, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain
5. Kesetaraan dan Kewajaran
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan bersama berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan bersama berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran
Semua
diatas diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan dengan tetap memperhatikan
pemangku kepentingan.
Pengertian Good Corporate Governance (GCG)
Berdasarkan
Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002
tentang penerapan GCG pada BUMN, disebutkan bahwa Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang
digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Berdasarkan
pengertian diatas, secara singkat GCG dapat diartikan sebagai seperangkat
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai
tambah (value added) bagi
stakeholder.
1. Code of Corporate and Business Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.
2. Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of interest).
2a. Informasi rahasia
Seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan informasi rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak. Informasi rahasia dapat dilindungi oleh hukum apabila informasi tersebut berharga untuk pihak lain dan pemiliknya melakukan tindakan yang diperlukan untuk melindunginya.
2b. Conflict of interrest
Seluruh karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari suatu benturan kepentingan (conflict of interest) dengan perusahaan. Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan.
2c. Sanksi
Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan / peraturan yang berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan Kerja).
Kasus Ethical Governance
Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI
Transparansi serta kejujuran dalam
pengelolaan lembaga yang merupakan salah satu derivasi amanah reformasi
ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan oleh salah satu badan usaha milik negara,
yakni PT Kereta Api Indonesia. Dalam laporan kinerja keuangan tahunan yang
diterbitkannya pada tahun 2005, ia mengumumkan bahwa keuntungan sebesar Rp.
6,90 milyar telah diraihnya. Padahal, apabila dicermati, sebenarnya ia harus
dinyatakan menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar.
Kerugian ini terjadi karena PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset. Dengan demikian, kekeliruan dalam pencatatan transaksi atau perubahan keuangan telah terjadi di sini.
Di lain pihak, PT Kereta Api Indonesia memandang bahwa kekeliruan pencatatan tersebut hanya terjadi karena perbedaan persepsi mengenai pencatatan piutang yang tidak tertagih. Terdapat pihak yang menilai bahwa piutang pada pihak ketiga yang tidak tertagih itu bukan pendapatan. Sehingga, sebagai konsekuensinya PT Kereta Api Indonesia seharusnya mengakui menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar. Sebaliknya, ada pula pihak lain yang berpendapat bahwa piutang yang tidak tertagih tetap dapat dimasukkan sebagai pendapatan PT Kereta Api Indonesia sehingga keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar dapat diraih pada tahun tersebut. Diduga, manipulasi laporan keuangan PT Kereta Api Indonesia telah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Sehingga, akumulasi permasalahan terjadi disini.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.academia.edu/5861505/5_Kasus_Pelanggaran_Etika_Profesi
NAMA : MOHAMMAD MIRSAD
NPM : 28211818
KELAS : 4EB09
Komentar
Posting Komentar