WAJIB DAFTAR
PERUSAHAAN
A. WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN SETELAH ADANYA UU No. 40 TAHUN
2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS
Setelah resmi
berlakunya Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas pada
tanggal 16 Agustus 2007 yang merupakan pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1995
dalam Pasal 157 ayat 2 disebutkan bahwa Anggaran dasar dan perseroan yang belum
memperoleh status badan hukum atau anggaran dasar yang perubahannya belum
disetujui atau dilaporkan kepada Menteri pada saat Undang-Undang ini mulai
berlaku, wajib disesuaikan dengan UUPT yang baru. Permasalahan selanjutnya adalah
penyesuaian yang bagaimana yang harus dilakukan dalam hal memperoleh status
badan hukum atau persetujuan atau pelaporan perubahan anggaran dasar. Salah
satu ketentuan baru dalam UUPT
barn adalah pengajuan permohonan pendirian PT dan penyampaian perubahan
anggaran dasar secara online dengan mengisi daftar isian yang dilengkapi
dokumen pendukung melalui sistem yang dikenal yaitu Sistem Administrasi Badan
Hukum (SABH)..
SABH berada
dibawah kewenangan Departemen Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal Administrasi
Hukum Umum maka untuk pendaftaran perusahaan yang merupakan satu kesatuan dalam
proses SABH juga merupakan kewenangan Departemen Hukum dan HAM, sebagaimana
dalam ketentuan Pasal 29 UUPT yang baru. Ketentuan pasal 29 tersebut jelas
berbeda dengan pasal 21 ayat 1 UUPT lama beserta penjelasannya bahwa
pendaftaran perusahaan mengacu pada UUWDP. Perbedaan antara ketentuan pasal 29
UUPT baru dengan pasal 21 ayat 1 UUPT lama terletak pada pihak yang berwenang
untuk melakukan pendaftaraan perusahaan. Menurut UUPT baru pihak yang berwenang
adalah Departemen Hukum dan HAM melalui direktorat Jemdral Administrasi Hukum
Umum sedangkan dalam UUPT lama yang mengacu pada UUWDP pihak yang berwenang
dalam hal ini Departemen Perdagangan melalui Direktorat pendaftaran perusahaan
pada direktorat jendral perdagangan dalam negeri yang bertindak selaku Kantor
Pendaftaran Perusahaan(KPP) di tingkat pusat dan kantor wilayah departemen
perdagangan di tingkat I dan tingkat II. dengan perbedaan ini timbul pertanyaan
apakah dengan adanya ketentuan pasal 29 UUPT baru tersebut maka pendaftaran
perusahaan sebagaimana diatur dalam UUWDP tidak berlaku bagi Perseroan
Terbatas?
Berdasarkan hal
di atas, bahwa antara kedua undang-undang tersebut terdapat kontradiktif
normatif sehingga menimbulkan masalah, dalam kedua undang-undang tersebut
terdapat pengaturan yang tidak sama dimana dalam UUWDP diatur mengenai sanksi
dengan ancaman melakukan suatu tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila
tidak mengikuti ketentuan UUWDP sedangkan dalam UUPT baru tidak diatur
tentang adanya sanksi sehingga apabila data perseroan telah masuk dalam daftar
perseroan sesuai dengan ketentuan pasal 29 ayat 3 UUPT baru, apakah masih
diperlukan pendaftaran sesuai dengan ketentuan UUWDP mengingat adanya ketentuan
sanksi tersebut?
Beranjak dari
permasalahan-permasalahan tersebut diatas perlu dilakukannya penafsiran hukum.
Hal ini dikarenakan undang-undang adalah produk hukum yang dirumuskan secara
abstrak dan pasif. Abstrak karena sangat umum sifatnya dan pasif karena tidak
akan menimbulkan akibat hukum apabila tidak terjadi peristiwa konkrit. Sehingga
ruang lingkup keberlakuannya sangat luas. Keleluasaan ini sangat rentan untuk
dipahami secara berbeda-beda oleh para subjek hukum yang berkepentingan.
Akibatnya, dalam kasus-kasus tertentu masing-masing akan cenderung memakai
metode penafsiran yang paling menguntungkan posisi dirinya. Oleh karenanya,
peristiwa hukum yang abstrak memerlukan rangsangan agar dapat aktif dan dapat
diterapkan. Hal-hal yang memerlukan penafsiran pada umumnya adalah perjanjian
dan undang-undang.
Adapun
pengertian penafsiran hukum menurut Sudikno Mertokusumo adalah:
Metode penemuan
hukum dalam hal peraturannya ada tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada
peristiwanya. (Sudikno Mertokusumo, 1993 : 21)
Terdapat banyak
metode penafsiran hukum, salah satu metode penafsiran hukum yang digunakan
dalam konteks ini adalah metode penafsiran sistematis, kita harus membaca
undang-undang dalam keseluruhannya, kita tidak boleh mengeluarkan suatu
ketentuan lepas dari keseluruhannya, tetapi kita harus meninjaunya dalam
hubungannya dengan ketentuan sejenis, antara banyak peraturan terdapat hubungan
yang satu timbul dan yang lain seluruhnya merupakan satu system besar. (Sudikno
Mertokusumo, 1993: 60).
Dalam konteks
ini, antara UUWDP dengan UUPT baru kalau kita
membandingkan ketentuan dalam pasal 29 ayat I UUPT baru bahwa
dinyatakan :
(I) Daftar
Perseroan diselenggarakan Menteri
Adapun
pengertian Menteri dalam pasal I angka 16 UUPT yang baru adalah sebagai
barikut:
Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya
di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Sedangkan kalau
kita membandingkan dengan ketentuan pasal 21 ayat I UUPT lama beserta
penjelasannya :
(I) Direksi
perseroan wajib mendaftarkan dalam Daftar perusahaan
a. Akta pendirian
beserta surat pengesahan Menteri Kehakiman.
b. Akta perubahan
anggaran dasar beserta surat persetujuan Menteri Kehakiman.
c. Akta perubahan
anggaran dasar beserta laporan kepada Menteri Kehakiman.
Penjelasan:
Yang dimaksud
dengan Daftar Perusahaan adalah daftar perusahaan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
Kemudian, kalau
kita merujuk pada ketentuan pasal 5 ayat 1 UUWDP dimana ;
Setiap perusahaan
wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan di kantor pendaftaran perusahaan.
Pengertian
perusahaan dalam UUWDP sebagaimana diatas telah dijelasksan dimana salah
satunya perseroan terbatas. Kemudian berdasarkan pasal 9 UUWDP ;
Pendaftaran
dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh Menteri
pada kantor tempat pendaftaran perusahaan.
Yang dimaksud
Menteri dalam UUWDP berdasarkan pasal 1 huruf e adalah: Menteri yang
bertanggung jawab dalam bidang perdagangan
Kemudian, dalam
keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 12/MPP/Kep/U1998 Tahun
1998 yang diubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.
327/MPP/Kep/7/1999 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan dan
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang
penyelenggaraan pendaftaran perusahaan dinyatakan tempat kedudukan dan susunan
kantor pendaftaran perusahaan baik yang berada di tingkat pusat, di tingkat
propinsi yaitu kabupaten/kota/kotamadya.
Selanjutnya
dengan berlakunya UUPT yang baru berdasarkan ketentuan Penutup dalam Pasal 160
dinyatakan bahwa:
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor
13,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587), dicabut dan
dinyatakan tiak berlaku.
Adapun UUPT
yang baru mulai berlaku pada 16 Agustus 2007, sehingga sejak tanggal tersebut
mulailah berlaku ketentuan UUPT baru dan UUPT lama dinyatakan tidak berlaku.
Setelah kita menghubungkan pasal satu dengan pasal lainnya dari ketiga
undang-undang yaitu UUPT lama, UUWDP dan UUPT yang baru, maka dapat disimpulkan
dengan tidak berlakunya ketentuan UUPT lama tersebut, maka UUWDP yang dikaitkan
dalam penjelasan Pasal 21 ayat 1 tidak berlaku lagi bagi PT sedangkan untuk
bentuk usaha lainnya seperti Firma, Koperasi, Persekutuan Komanditer (CV),
serta perusahaan lain yang melaksanakan kegiatan usaha dengan tujuan memperoleh
keuntungan atau laba, UUWDP masih tetap berlaku. Hal ini dikarenakan dalam UUPT
yang baru dinyatakan
mengenai pendaftaran perusahaan diselenggarakan oleh Menteri yang bertanggung
jawab dibidang hukum dan hak asasi manusia.Berdasarkan pada ketentuan tersebut,
jadi Departemen Hukum dan HAM yang berwenang untuk menyelenggarakan pendaftaran
perseroan.
Selain itu,
mengenai keberlakuan suatu undang-undang agar undangundang tersebut mencapai
tujuannya dalam hal terdapat suatu ketentuan yang berlainan untuk suatu hal
tertentu dapat juga kita gunakan dua asas hukum yang berbunyi :
1. Undang-undang
yang bersifat khusus menyampingkan Undang-undang yang bersifat umum (lex
specialist derograt lex generalis).
2. Undang-undang
yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu (lex
posteriori derograt lege priori).
Pengertian
kedua asas hukum tersebut adalah terhadap peristiwa khusus wajib diperlakukan
undang-undang yang menyebutkan peristiwa itu, walaupun bagi peristiwa khusus
tersebut dapat pula diperlakukan undang-undang
yang menyebutkan peristiwa yang lebih luas ataupun lebih umum.Sedangkan
terhadap undang-undang yang lebih dahulu berlakunya tidak berlaku lagi apabila
ada undang-undang baru yang berlaku belakangan yang mengatur hal yang sama.
(Soerjono Soekanto, 1993: 7 - 8)
Untuk
menerbitkan Tanda Daftar Perusahaan setelah perusahaan disahkan pendaftarannya,
karena Tanda daftar Perusahaan merupakan satu rangkaian dengan pendaftaran
perusahaan maka penyelenggaraan pendaftaran khususnya bagi badan hukum yang
berbentuk PT termasuk di dalamnya penerbitan tanda daftar perusahaan merupakan
kewenangan Depkumham bukan lagi kewenangan Departemen Perdagangan.Dengan
penerapan Government online yang melalui SABH maka penyelepaian badan
hukum mulai dari permohonan pengesahan badan hukum, persetujuan perubahan serta
penerbitan tanda daftar perseroan berada dalam wewenang Depkumham.
Nama / NPM :
Mohammad Mirsad / 28211818
Kelas / Tahun : 2EB09 / 2013
Kelas / Tahun : 2EB09 / 2013
Komentar
Posting Komentar